[BookTour] Pendidikan Inklusi untuk Anak-anak Berkebutuhan Khusus by Stella Olivia | Review, Ask Author, Giveaway

Judul: Pendidikan Inklusi untuk Anak-anak Berkebutuhan Khusus — Diintegrasikan Belajar di sekolah Umum
Penulis: Stella Olivia
Penerbit: Penerbit ANDI
Editor: Th. Arie Prabawati
Setting: deanadhia
Desain Cover: Andang
Korektor: Mutia
Cetakan: Pertama
Tebal: xiv + 82 Halaman
ISBN: 978-979-29-6168-3

BLURB

Pendidikan inklusi merupakan terobosan baru dalam dunia pendidikan yang menjadi angin segar bagi para anak berkebutuhan khusus, yaitu sistem pendidikan di mana anak-anak berkebutuhan khusus diberi akses untuk bersekolah di sekolah umum. Mereka akan duduk dalam atap pendidikan reguler, diajar oleh guru-guru sekolah umum, dan berkawan dengan anak-anak normal lainnya. Eh? Yang benar saja, nih? Bagaimana dinamika, kesulitan, sampai keberhasilan anak-anak dengan kekurangan tertentu bisa berhasil menembus pendidikan di sekolah normal?

Stella Olivia telah merangkumnya untuk Anda. Bersama beberapa narasumber inspiratif, penulis berhasil memberikan angin segar untuk para orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus.

REVIEW

Apakah ini pertama kalinya kalian mendengar kata “inklusi”? Mungkin sebagian juga bertanya-tanya apa itu inklusi dan apa hubungannya dengan anak berkebutuhan khusus (ABK)? Seperti yang sudah disebutkan pada blurb di atas, bahwa inti dari pendidikan inklusi itu sendiri adalah tentang menjadi sekolah dengan menghargai perbedaan setiap individunya, baik siswa dengan kekurangan atau kelebihan tertentu. Penekanan sekolah inklusi lebih pada heterogenitas (halaman 4). Buku ini terdiri dari 4 bab utama, yaitu:
– Pendidikan Inklusi? (Menjelaskan secara umum tentang pendidikan inklusi)
– Kisah Anak-anak dengan Pendidikan Inklusi
– Masalah dan Penanganan dalam Pendidikan Inklusi
– Kisah sukses Anak-anak dengan Pendidikan Inklusi

Dalam buku ini juga disebutkan tentang beberapa kelainan yang tergolong ABK. Tidak hanya mereka yang punya gangguan mental, gangguan belajar, atau kelainan fisik, bahkan anak berbakat juga termasuk ABK, lho. Di sini juga dijelaskan berbagai model pendidikan inklusi untuk ABK di sekolah umum, yaitu kelas reguler (inklusi penuh), kelas reguler dengan cluster, kelas reguler dengan pull out, dan kelas reguler dengan cluster dan pull out. Bagaimana penjabarannya? Nah, jawaban lebih detilnya bisa kalian temukan dalam buku ini. 🙂

Mengutip di halaman 9, menurut Meyer, Jill, dkk. (2005) menjelaskan tujuan pendidikan inklusi sebagai ajang untuk mengajarkan pada siswa agar bisa mengapresiasi dan menghargai orang lain, mampu menyadari bahwa perbedaan cara pandang, dan kompeten dalam menerima tugas perutusan dalam masyarakat dan lingkungan sosialnya. Ya, menurutku pun metode pendidikan ini sangat baik untuk kedua belah pihak, yaitu bagi ABK dan anak normal. Dengan inklusi, maka ABK dan anak normal dapat bersosialisasi satu sama lain dengan baik, tidak perlu lagi merasa heran dan asing dengan kekurangan serta kelebihan yang ada pada temannya.

Nilai tambah untuk buku ini adalah karena penulis tak luput menyisipkan hasil wawancara dengan narasumber inspiratif, baik itu dengan ABK-nya sendiri mau pun dengan orang yang berkecimpung dan mengaplikasikan pendidikan inklusi. Para narasumbernya yaitu ada Reta (14) sebagai penderita disleksia, Tia (24) mengalami gangguan bicara dan pendengaran yang bersekolah di sekolah reguler dan berhasil menyelesaikan pendidikan sarjananya hanya dalam waktu 3,5 tahun, Safrina Rovasita sebagai penyandang celebral palsy yang mendedikasikan diri menjadi guru SLB, serta Dwitya Sobat Ady Dharma menjadi guru bayangan di sebuah sekolah inklusi.

Bagi saya, membaca terori tentang ABK dan pendidikanvinklusi itu sendiri serta cerita inspiratif mereka melalui buku ini memang inspiratif dan menggugah. Saya selalu merasa salut pada mereka–si ABK–yang mempunyai ketangguhan melawan segala keterbatasan dan juga ‘serangan’ yang harus mereka terima dari pihak luar. Tentu saja menjadi ABK tidak pernah mudah. Saya juga mengapresiasi apa yang dilakukan oleh Bapak Sobat karena ia tak ragu mendedikasikan dirinya untuk ABK demi meminimalisir tindak diskriminasi yang biasanya terjadi di sekolah umum terhadap ABK. Lebih-lebih lagi kepada Ibu Safrina karena beliau sendiri sempat mengalami CB tetapi setelah dewasa justru beliau memilih jalur sebagai guru SLB.

Sebagai pembaca, menurut saya buku ini sangat nyaman dan mengalir saat dibaca. Kontennya sendiri tidaklah berat dan bahasa yang disusun sangat bersahabat. Ada banyak kutipan dari beberapa sumber yang Stella Olivia sadur ke ke sini sehingga buku ini seperti rangkuman lengkap jika kita memang ingin mendapat informasi tentang pendidikan inklusi bagi ABK secara ringkas, lugas, dan tentu saja tetap berbobot. Dilihat dari jumlah halaman memanglah tidak tebal, tetapi percayalah, melalui buku ini dapat membuka wawasan kalian tentang ABK dan pendidikan inklusi yang sangat baik jika dapat diterapkan oleh para guru dan semua sekolah reguler di Indonesia.

Jelas kiranya buku ini cocok dibaca oleh semua umur dan semua kalangan. Bagi si ABK sendiri tentu mereka dapat mengambil pelajaran dari apa yang disajikan melalui kisah inspiratif para narasumbernya supaya mereka tetap semangat berusaha dan tidak merasa minder atau rendah diri atas ‘perbedaan’ yang mereka alami. Bagi para orangtua, diharapkan mendapat wawasan lebih tentang penanganan dan pemilihan pendidikan yang cocok untuk ABK-nya. Sedangkan untuk para guru atau sekolah umum, kiranya buku ini dapat membuka mata mereka agar tak lagi ada diskriminasi atau penolakan terhadap ABK di sekolah mereka karena kini telah ada terobosan baru, yaitu dengan menerapkan pendidikan inklusi.


ASK AUTHOR

Nah, berhubung penulis yang satu ini orangnya sangatlah ramah dan baik hati, saya pun tetap diizinkan mengajukan 5 pertanyaan meski nyetornya sudah agak mepet dan ternyata beliau dengan senang hati bersedia menjawabnya hehehe. Penasaran seputar proses kratifnya bagaimana? Yuk disimak!

Stella, mengapa akhirnya kamu memutuskan untuk menulis buku nonfiksi lagi dan kali ini dipilih tentang inklusi ABK?

Awalnya karena aku anak psikologi dan banyak belajar soal isu-isu ABK. Tapi, lebih dari itu, rasanya aku sering membaca berita inspiratif tentang orang-orang dengan keterbatasan tertentu berhasil menembus batas mereka sendiri. Mereka muncul ke permukaan sebagai pemenang—berhasil menemukan kekuatan mereka dan mengembangkannya secara maksimal hingga sukses.

Dari situ, ide untuk menulis buku ini tercetus. Ingin berbagi ke banyak lapisan masyarakat—orang-orang dengan keterbatasan tertentu, ahli-ahli yang menangani anak-anak berkebutuhan khusus, para orangtua dengan anak-anak berkebutuhan khusus, sampai orang-orang normal yang jarang bersentuhan langsung dengan dunia ABK. Bahwa beberapa karakteristik ABK bisa kok belajar bareng kita di sekolah umum. Bahwa anak-anak berkebutuhan khusus juga punya kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri dan sukses di masa depan.

Bagaimana pandanganmu sendiri terhadap anak-anak berkebutuhan khusus?

Pandanganku, mereka keren! Karena banyak dari mereka berhasil tetap pergi belajar ke sekolah, hidup berdampingan dengan masyarakat, bahkan beberapa sukses mengembangkan diri dan talenta. Mereka mengajariku bahwa apapun kondisinya, berjuang dan bertahan adalah dua hal mahal yang akan mengantar kita pada pencapaian.

Aku lihat banyak sekali daftar pustaka yang dicantumkan di halaman belakang. Apakah risetnya sulit saat proses penulisan buku ini?

Risetnya lumayan lama. Saya menghabiskan waktu beberapa bulan—kurang dari enam bulan—untuk menyelesaikan buku ini. Mulai dari membaca banyak teori, undang-undang, sampai terhubung dengan para narasumber inspiratif yang super hebat!

Dapat kenalan dari mana saja, sih, para narsum inspiratif yang ada di buku ini? Memang kenal secara personal atau tidak sengaja nemu lewat internet?

Karena saya suka membaca berita-berita inspiratif, sangat mudah mengenali orang-orang super di balik layar pendidikan inklusi. Ada satu orang yang memang kenalan—kakak kelas saya di bangku SMA.

Apa harapan yang kamu sisipikan melalui buku ini saat sampai ke tangan pembacanya?

Siapapun pembacanya, saya harap buku ini memberi pemahaman yang lebih dalam soal dunia ABK, bahwa ABK juga punya kesempatan yang sama untuk pergi belajar, untuk menggenggam pendidikan yang layak. Orangtua dari anak-anak berkebutuhan khusus tidak perlu berkecil hati atas kondisi anak mereka. Orang-orang dengan keterbatasan tertentu punya pengetahuan dan inspirasi baru bahwa sangat banyak orang dengan kondisi tertentu yang mampu berkarya dan sukses dalam hidupnya. Dan, masyarakat punya pengetahuan yang cukup bahwa menerima ABK di lingkungan orang normal adalah hal mahal yang mengesankan buat mereka. Saya harap, buku ini menyentuh banyak lapisan masyarakat!

Wah, terima kasih banyak ya Stella sudah mau jawab 5 pertanyaan dariku. Semoga harapanmu melalui buku ini kepada masayarakat yang membacanya dapat terwujud dan hikmah dari kisah-kisah narsumnya tersampaikan dengan baik sehingga berguna sebagai encouragement bagi mereka yang memerlukan. Amin… 🙂


GIVEAWAY

Nggak lengkap rasanya kalau ada book tour tapi nggak ada giveaway-nya. Ini juga pasti jadi bagian yang selalu dan paling kalian tunggu. Tenang saja, pihak penerbit dan penulis sudah menyiapkan 1 eksemplar buku PIUABK kepada 1 orang yang beruntung. Bagaimana cara ikutannya? Ayo simak syarat dan ketentuannya berikut ini.

1. Punya alamat kirim di wilayah Indonesia.
2. Follow blog ini lewat akun wordpress atau email. Klik tombol follow yang ada di sidebar pojok kanan bawah.
3. Follow akun instagram @stellaoliviaalda (ini wajib bagi yang punya instagram ya).
4. Bagikan info tentang giveaway ini di akun sosial media punyamu. Bebas di mana saja (twitter, facebook, instagram, g+, blog, dsb).
– Jika di twitter: cantumkan link post ini dan mention akun @murniaya.
– Jika di instagram: repost foto banner book tour tentang buku ini yang sudah saya upload di akun IG saya @murniaya, lalu tinggal ikuti ketentuan di caption-nya.
5. Jawab pertanyaan ini di kolom komentar di bawah: “Bagaimana pendapatmu apabila di tempat atau sekolahmu belajar ada anak yang berkebutuhan khusus?”
6. Tuliskan juga namadomisiliakun media sosial atau email, bersamaan dengan jawabanmu.
7. Giveaway berlangsung selama seminggu saja. Partisipasimu saya tunggu sampai tanggal 28 Januari 2018 pukul 23:59 WIB.
8. Pemenangnya nanti akan diumumkan secepatnya, atau paling lambat 3 hari setelah giveaway ditutup melalui twitter, instagram, dan update post blog ini. Ya, nanti nama pemenangnya akan saya tulis juga di post ini.

Itu saja syaratnya. Nggak susah kan? Kalau masih ada pertanyaan terkait rules yang masih bingung, jangan sungkan tanya langsung ke saya lewat twitter atau instagram.

Ayo buruan ikutan! Cuma berlangsung selama seminggu lho ini. Jangan lupa berdoa yang banyak supaya kamu yang beruntung buat dapetin 1 buah buku PIUABK persembahan Penerbit ANDI dan Stella Olivia. Good luck! 😉




Saatnya pengumuman pemenang giveaway nih. Langsung saja, ya. Selamat kepada……

Nama: Melani. I. S.

Domisili: Situbondo, Jatim

Instagram: @wordsnpages_melani3

Yay! Selamat, kamu berhak mendapat 1 buah buku PIUABK langsung dari Stella. She really likes your answer anyway. Silakan kirim data dirimu ke email-ku di ayamurning@gmail.com segera ya. Terimakasih juga uuntuk peserta lainnya yang sudah ikut meramaikan. Jangan berkecil hati bagi yang belum beruntung karena masih ada giveaway selanjutnya di blogku. Tungguin aja deh pokoknya. 😉

12 thoughts on “[BookTour] Pendidikan Inklusi untuk Anak-anak Berkebutuhan Khusus by Stella Olivia | Review, Ask Author, Giveaway

  1. Kalau sebagai siswa, tentu saja saya sangat bersimpati dan menolong semampu saya. Misal dengan cara mengajak diskusi atau menjelaskan perlahan-lahan materi yang saya pahami kepada mereka. Siswa berkebutuhan khusus memang tidak sama dengan siswa ‘biasa lainnya, tapi mereka memiliki hak yang sama dalam menerima pembelajaran di kelas. Sayangnya, semakin bertambah tahun dan tidak lagi menjadi siswa, saya merasa kurang ilmu dalam memahami siswa berkebutuhan khusus.

    Selama ini saya hanya mendengar keberadaan siswa-siswa inklusi dari beberapa guru yang saya kenal. Para praktisi tersebut menyebutkan bahwa di dalam kelas yang memiliki target pembelajaran tertentu, siswa inklusi memiliki kemampuan belajar atau menyerap informasi lebih lambat bila dibandingkan dengan rekan yang tidak inklusi. Menetapkan status inklusi juga tidak mudah, perlu bantuan psikolog untuk menentukan sejauh mana siswa tersebut mampu mengikuti pembelajaran ‘biasa’ di dalam kelas. Apakah memerlukan lingkungan khusus seperti satu guru satu siswa, atau siswa tersebut masih bisa belajar bersama rekan ‘biasa’ lainnya (dengan artian, perhatian guru yang diberikan kepada siswa ini pasti lebih sedikit).

    Jadi, saya penasaran dengan buku ini dan memutuskan untuk ikutan giveawaynya 😀 Sungguh, saya penasaran siswa inklusi dengan kriteria seperti apa yang masih bisa belajar bersama siswa ‘biasa’. Apakah ada jumlah maksimal siswa inklusi dalam kelas ‘biasa’ agar perhatian guru bisa tercurahkan kepada siswa inklusi ini? dan beberapa pertanyaan lainnya.

    [saya menyebut siswa ‘biasa’ sebagai siswa bukan inklusi] ^^

    Nama: Alfath F.R.
    Domisili: Sidoarjo
    Medsos: twitter @alfari_12

    Like

  2. Nama : Ayu Widyastuti
    Domisili : Palembang
    Medsos : twitter @widyayu15

    Tidak apa2. Saya merasa biasa saja. Krn klo emg ad ank yg berkebutuhan khusus ya sdh.. mau diapakan lagi.. Lgian gk bakal ganggu belajar mngajar. Yg bersangkutan itu malah kykny yg bakalan susah beradaptasi. Klo utk saya sndiri sih mengambil sis positifny aja, bagusnya kita bsa menghormati & menghargai kelebihan serta kekurangan seseorang.

    Like

  3. Nama: Melani. I. S.

    Domisili: Situbondo, Jatim

    Instagram: @wordsnpages_melani3

    Jawaban: karena saya berlatar belakang keguruan dan ilmu pendidikan dan pernah mengajar di sekolah umum, maka jawaban saya mengambil sudut pandang guru.
    Sebagai guru, jika ada murid saya yang berkebutuhan khusus, yang terpenting dan utama adalah saya menekankan dalam diri sendiri untuk berlapang dada dan menunjukkan sikap penerimaan. Karena anak akan bisa merasakan jika guru tulus menerima atau tidak. Dan penerimaan akan membuat kita bersikap lebih optimis. Apalagi sebagai guru kita memang harus berdedikasi dengan tugas mendidik. Kemudian, saya akan berkonsultasi dengan berbagai pihak, antara lain kepala sekolah, guru-guru lain, juga orangtua murid tersebut. Tentang kondisi detail siswa dan apa-apa yang seharusnya menjadi perhatian lebih. Karena, nggak bisa dimungkiri siswa tersebut istimewa, nggak bisa disamaratakan dengan siswa reguler atau teman-teman lainnya. Selain itu, saya akan mendiskusikan dengan kepala sekolah tentang adakah kurikulum atau metode pengajaran khusus yang bisa atau harus diterapkan pada siswa tersebut. Selanjutnya, saya akan mencari rujukan lain, misal psikolog pendidikan, guru Sekolah Luar Biasa yang saya kenal, untuk dimintai konsultasi. Juga, mencari referensi sebanyak mungkin lewat internet tentang siswa berkebutuhan khusus. Langkah lain yang nggak kalah penting, saya akan merangkul semua siswa, menekankan pada teman-teman sekelas siswa berkebutuhan khusus tersebut bahwa mereka harus saling membantu, saling menghargai dan menyayangi sehingga ke depannya tidak ada diskriminasi atau bahkan tindak perundungan kepada siswa yang istimewa tersebut. Dan terakhir, saya harus berusaha menjadi kawan sekaligus orangtua yang perhatian pada siswa istimewa tersebut sehingga dia tidak akan segan jika sewaktu-waktu merasa membutuhkan bantuan.

    Karena ini hanya opini, tentu saja saya harus punya pedoman yang lebih valid seperti buku ini.

    Like

  4. Nama : Melani I. S
    Domisili: Situbondo
    Instagram: @wordsnpages_melani3

    Jika yang dimaksud pendapat saya seandainya sebagai siswa (anak normal), maka saya akan bersikap sewajarnya, berusaha memandang siswa itu layaknya teman lain yang berhak dihargai, diberikan kepedulian, diajak bergaul dan belajar bersama juga, apalagi lingkungan keluarga saya memang sebagian adalah guru jadi berusaha memahami bagaimana bersekolah itu menerima perbedaan dengan baik. Selain itu, kalau saya ada pertanyaan, saya memilih bertanya pada guru kelas tentang apa itu anak berkebutuhan khusus karena mereka pasti lebih paham sebagai orang dewasa.

    Like

  5. Bintang Maharani

    Saya memandang hal itu sebagai suatu kesempatan untuk lebih mencari tahu dan mengenal lebih dalam tentang orang-orang seperti mereka (ABK). Lebih mengenal agar dapat lebih memahami. Selama ini saya tidak punya relasi dengan penyandang ABK. Sementara itu, feeling saya mengatakan bahwa mereka itu meski punya suatu ‘perbedaan’ tapi mereka mempunyai kelebihan dari atitud dan ketulusannya. Saya rasa mereka dapat menjadi teman yang baik dan setia karena mereka pasti sangat menghargai tiap teman yang mau bersahabat dengan mereka. Ri samping itu, mereka mengingatkan saya untuk selalu bersyukur pada apa yang Tuhan beri terhadap saya.

    Bintang Maharani
    @btgmr (twitter)
    Palembang, SumSel

    Like

  6. Mariyam
    Ig: rheyakrisma
    Surabaya

    Kebetulan aku pernah jdi guru TK dan ada slah satu murid yg ABK, sayangnya ortunya tak mau mengakui hal itu. Memang TK tmpatku ngajar nerima si anak tsb, tetapi memang anak ini sbetulnya ndak bisa sekolah di sekolah normal. Anak ini jnis anak autis. Dan waktu itu jujur sja sya ini kurang bisa berkomunikasi dg si anak. Scra pribadi aku mendukung sekali adanya pendidikan inklusi utk ABK, tp berhubung wkt sya ngajar waktu itu blm tau pendidikan inklusi jdi sya waktu itu kesulitan menghadapi si anak. Karena skrg sdh ada pendidikan inklusi, sya sangat mendukung klo anak ABK bersekolah di sekolah umum. Dgn bgitu utk para guru bisa bljar ttg pendidikan inklusi.

    Like

  7. sholihatunnisa25

    Apabila ada anak berkebutuhan khusus di kelasku belajar, menurutku tidak menjadi masalah, they are different, but not less. Selama kognitifnya masih mampu untuk dibimbing / mengikuti pelajaran yang ada, kenapa tidak (namun memang sepertinya perlu juga sebelumnya ada tes psikologi untuk ABK sebelum masuk sekolah umum, jangan sampai anak itupun masuk karena dipaksa, sehingga menekan mentalnya). Kemudian, sebagai teman belajarnya, apabila ada anak ABK di kelas, sepatutnya kita memberikan perhatian lebih terhadapnya. Tidak mengabaikannya. Mengajaknya bersosialisasi. Membantunya, jikalau ia kesulitan. Karena ABK juga sama seperti kita. Hanya saja mereka dianugrahi sesuatu yang istimewa dari sang Khalik. Dan menurutku apabila guru memperlakukannya lebih istimewa itu tidak masalah, karena bersikap adil bukan berarti memukul rata, tapi memberikan porsi yang sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, sisi positifnya, bisa diambil hikmahnya dengan menjadikan motivasi bagi para pelajar yang lain.

    Apabila ada anak berkebutuhan khusus di kelasku belajar, menurutku tidak menjadi masalah, they are different, but not less. Apalagi dengan adanya pendidikan inklusi bagi ABK, dimana ABK maupun siswa biasa mempunyai hak yang sama di tempat belajar, itu bisa memberikan dampak positif, baik untuk sang siswa ABK, guru, dan siswa biasa. Sang ABK akan merasa bahwa dirinya sama dengan yang lain, sang guru juga siswa akan semakin tumbuh rasa toleransi terhadap perbedaan. Kemudian, sebagai teman sekelasnya, apabila ada anak ABK di kelas, sepatutnya kita memberikan perhatian terhadapnya. Tidak mengabaikannya. Mengajaknya bersosialisasi. Membantunya, jikalau ia kesulitan. Karena ABK juga sama seperti kita. Hanya saja mereka dianugrahi sesuatu yang istimewa dari sang Khalik. Kalaupun guru memperlakukannya lebih istimewa menurutku itu tidak masalah, karena bersikap adil bukan berarti memukul rata, tapi memberikan porsi yang sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, sisi positifnya berdampingan dengan orang ABK, bisa kita ambil hikmahnya dan menjadikan motivasi bagi para pelajar yang lain, bahwa seorang ABK saja bersemangat untuk belajar di sekolah umum.

    Apabila ada anak berkebutuhan khusus di kelasku belajar, menurutku tidak menjadi masalah, they are different, but not less. Selama kognitifnya masih mampu untuk dibimbing / mengikuti pelajaran yang ada, kenapa tidak (namun memang sepertinya perlu juga sebelumnya ada tes psikologi untuk ABK sebelum masuk sekolah umum, jangan sampai anak itupun masuk karena dipaksa, sehingga menekan mentalnya). Kemudian, sebagai teman belajarnya, apabila ada anak ABK di kelas, sepatutnya kita memberikan perhatian lebih terhadapnya. Tidak mengabaikannya. Mengajaknya bersosialisasi. Membantunya, jikalau ia kesulitan. Karena ABK juga sama seperti kita. Hanya saja mereka dianugrahi sesuatu yang istimewa dari sang Khalik. Dan menurutku apabila guru memperlakukannya lebih istimewa itu tidak masalah, karena bersikap adil bukan berarti memukul rata, tapi memberikan porsi yang sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, sisi positifnya, bisa diambil hikmahnya dengan menjadikan motivasi bagi para pelajar yang lain.

    Sholihatunnisa Nur Maulid
    Garut
    sholihatunnisa0625 (instagram)

    Like

  8. Kalau di lingkunganku ada ABK, aku akan jadi yg terdepan melindungi dia dari segala macam perlakuan negatif yg ia dapat dari teman-teman yg lain (kalau ada). Aku paling tidak suka dengan segala tindakan diskriminasi dan pembully-an karena hal itu sangat melukai batin si korbannya. Sekali pun mereka punya hati yang kuat, tetap saja hal itu menyakitkan dan tidak baik dilakukan. Kalo anaknya kuat, ya syukurlah. Kalo tidak tahan, kan kasian, takutnya dia bunuh diri pula. 😦

    Nama: Cahya
    Twitter: @ccchhy
    Domisili: Palembang

    Like

  9. Bety Kusumawardhani

    nama: bety k
    domisili: surakarta
    twitter: @bety_19930114
    email: aki.no.melody@gmail.com

    Jawaban:
    Saya akan menerima anak tsb dengan senang hati dengan persiapan matang sebelumnya… Sebelum anak berkebutuhan khusus (ABK) itu datang, saya akan memberikan penjelasan pada anak-anak normal di kelas tentang disabilitas mulai dari penyebab disabilitas sampai cara berteman dgn mereka agar tercipta suasana kelas yg positif dan meminimalisir pembullyan maupun perasaan rendah diri pada ABK. Setelah itu saya akan bertukar pikiran dengan orang yg paham betul tentang strategi pengajaran ABK dan sudah sering menghadapi anak-anak istimewa tsb.

    Jika nantinya ada ABK yg masuk di kelas saya, sedangkan saya berlaku sebagai wali kelas, saya akan meminta guru pendamping ABK untuk mendampingi dia belajar di kelas saya terlebih dahulu selama waktu yg ditentukan.. Selama itu, saya juga akan berusaha belajar membuat pembelajaran yg menyenangkan dan beradaptasi sehingga ABK memahami materi yg saya sampaikan. Diharapkan untuk ke depannya, saya bisa menghadapi ABK tanpa bantuan guru pendamping.

    Like

  10. Silvy Rianingrum

    Nama : Silvy Rianingrum
    Domisili : Bekasi
    Media Sosial :
    – Twitter @amschely
    – Instagram @silvyr_

    “Bagaimana pendapatmu apabila di tempat atau sekolahmu belajar ada anak yang berkebutuhan khusus?”

    Aku punya adik sepupu berkebutuhan khusus, namanya Ivan. Dari kecil kami memang dekat. Dia juga nyaman sama aku. Jadi, bukan masalah kalau aku punya teman berkebutuhan khusus. Mungkin agak sulit menghadapinya, tapi untuk selalu ada untuk dia rasanya bukan hanya tenang, tapi juga bahagia karena bisa membantu. Tentunya sebagai teman, aku akan mengawasinya, menolongnya, dan berusaha agar temanku yang lainnya tidak melakukan hal yang tidak baik kepadanya. Adik sepupuku sering dapat tatapan dari orang banyak. Mungkin dia ngga ngeh, tapi aku ngeh. Aku akan tetap ada di sampingnya walaupun orang-orang, mungkin, menganggapnya sebagai orang aneh. Bukan masalah jika dia berbeda. Aku suka perbedaan, aku rasa itu bukan hanya menguatkan komunitas yang terlibat, tapi juga menguatkan diriku sendiri untuk tetap bisa menjadi diri sendiri. Aku bisa memperluas pengetahuanku tentang mereka yang berkebutuhan khusus. Aku juga bisa belajar memposisikan diri saat bersama mereka. Adik sepupuku juga telah meyakinkanku bahwa mereka yang berkebutuhan khusus adalah anak-anak luar biasa yang Tuhan berikan sebagai kekuatan dan penghargaan bagi orang tuanya dan juga orang lain. Dengan hadirnya satu lagi perbedaan di sekolahku, aku harap dapat membuat guru-guru berhenti membandingkan satu murid dengan yang lainnya, karena pada dasarnya setiap orang itu berbeda, kami punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Aku juga berpikir bahwa hadirnya mereka yang berkebutuhan khusus dapat merendahkan hati mereka yang sombong dan angkuh atas anugerah yang diberikan Tuhan. Aku siap jika sekolahku akan membuka kelas inklusi di masa mendatang. Aku siap menyambut mereka yang tak lain adalah orang-orang hebat yang kelak akan kusebut sebagai teman yang kubanggakan.

    Like

  11. I will hug them with love. Misal posisiku sebagai guru, I’ll keep my eye on him/her/them in disguise. Mereka sebenarnya adalah anak-anak yang sangat butuh perhatian dan bimbingan tapi tidak terlalu menunjukan perhatian berlebih dibanding anak2 yg lain. Atau kalo aku sebagai teman sekolah/kuliah, aku akan perlakukan dia sama saja seperti teman lainnya, tidak terlalu membedakan supaya dia juga tidak merasa dibedakan sedikit pun. Intinya bersikap netral aja sih.

    Nama: Katie
    Twitter: @kathlexy
    Domisili: Batam

    Like

  12. Awalnya aku mungkin akan berfikir “kasihan ya” dan akan merasa ‘kok bisa gitu? ‘. Dan sebisa mungkin aku akan menolongnya meski itu susah. Karena berteman dengan orang2 istimewa itu membutuhkan sikap dan sifat yang baik. Jika dalam satu kelasku ana orang istimewa itu, sebisa mungkin aku ajak berteman.

    Nama : elfiya k. K
    Ig: @elfiya_kk

    Like

Leave a comment