[Review] Wonder Fall by Elektra Queen

Judul: Wonder Fall
Penulis: Elektra Queen
Penerbit: Twigora
Editor: Alit Tisna Palupi
Penata Letak: Gita Mariana
Desain Striker: Gita Mariana
Desainer Sampul: Dwi Anissa Anindhika
Cetakan: Pertama
Terbitan: Juli 2016
Tebal: 328 Halaman
ISBN: 978-603-70362-6-0
Genre: Romance

BLURB

SHE SAID…
Amelie Rashad memilih untuk menggigit lidahnya kuat-kuat ketimbang mengakui kalau debaran hebat jantungnya disebabkan oleh Zach Barata. Dia lebih suka melihat Zach sebagai atasan galak dan perfeksionis ketimbang sosok hangat yang juga begitu mudah akrab dengan putri semata wayangnya.

HE SAID…
Hanya tinggal menunggu waktu saja hingga Amelie menyusup dalam ruang pribadi, menggedor keras-keras pintu hatinya. Alih-alih menyerah, sikap menentang perempuan itu membuat Zach bertambah penasaran. Ketika mengetahui status orangtua tunggal Amelie, ketertarikan itu kemudian menyublim menjadi rasa hormat.

IS IT LOVE?
Percik-percik perasaan di antara mereka kedua nyata adanya dan tak satu pun mampu menyangkalnya. Namun, ketika Zach siap untuk membuka hatinya, dia malah mendapati perhatian perempuan itu terbelah karena rencana perjodohan dengan kembaran mendiang suaminya. Sudikah Zach bersaing dengan laki-laki yang mengingatkan Amelie pada sosok dari masa lalunya? Atau, sebaiknya dia membiarkan saja hubungan mereka kembali seperti semula, selayaknya atasan dengan asistennya?

REVIEW

Amelie Rashad adalah seorang wanita karir yang bekerja di PT Drisana di bagian Departemen Administrasi dan Keuangan di bawah naungan Pak Jonas. Wanita cantik berambut sebahu, tinggi sekitar seratus enam puluh sentimeter, beralis tipis, bulu mata lentik, hidung mungil, dan bibir tipis  ini juga merupakan single mom dari putri kecil bernama Elsa Miriam Ferran yang masih berusia dua tahun. Amelie harus hidup menjanda karena ditinggal oleh suaminya, Ryan Azael Ferran, yang meninggal karena kecelakaan.

“Andai para lajang di luar sana tahu seperti apa kehidupan yang menunggu mereka setelah punya anak, kurasa akan ada banyak orang yang berpikir ulang untuk buru-buru menikah. Sayang, dalam hidup ini tidaj ada tombol rewind.” — Amelie (hlm.9)

Meski menjadi ibu tunggal, Amelie selalu dibantu oleh ibunya, dua saudara perempuannya (Arianna dan Arabel), dan sahabat baik Arianna bernama Visca. Mereka semua sayang pada Elsa sehingga tak pernah keberatan kalau harus mengurus Elsa selama Amelie masih sibuk di kantornya. Di kantor pun Amelia punya Tara, sahabat baiknya yang selalu siap menampung cerita apa pun saat jam makan siang.

“Suka atau tidak, sebagian besar masyarakat kita masih beranggapan kalau janda itu adalah status nyaris hina yang dianggao sebagai ancaman. Yang orang tahu, para janda cenderung suka mengganggu lelaki lain, baik yang masih sendiri atau sudah punya pasangan. Kesepian adalah alasan utama yang dipercayai,” — Amelie (hlm.107)

Sebagai seorang janda, sudah terbiasa bagi Amelie mendengar omongan miring tentangnya. Meski suaminya telah meninggal, tetapi Amelie masih dekat dengan keluarga suaminya terdahulu. Kalila, ibu mertuanya, adalah wanita perfectionist dan suka memaksakan kehendaknya pada Amelie. Contohnya, beliau gencar membujuk Amelie supaya mau bertemu Otto, saudara kembar Ryan, yang baru pulang dari luar negeri bahkan dengan maksud seperti ingin menjodohkan mereka.

“Perempuan sepertiku tidak diberi kesempatan untuk berduka, Zach. Seakan-akan, status ini menjadi cap bahwa perempuan adalah makhluk penggoda yang egois. Makhluk yang pantas disumpahi oleh seisi dunia.” — Amelie (hlm.107)

Hidup Amelie langsung jungkir balik ketika Pak Jonas memintanya menjadi asisten sementara bagi Zachary Barata dari departemen yang masih di bawah Pak Jonas. Masalahnya adalah karena Zach dikenal sebagai bos yang sangat dingin, kaku, cerewet, dan suka marah-marah pada bawahannya meski Zach adalah pria menawan berusia tiga puluh satu tahun, tinggi mencapai 180 sentimeter, berambut gelap dan tebal, hidung bangir, mata tajam, dagu berbelah, serta tulang pipi yang bagus. Bahkan sudah ada beberapa karyawan sebelumnya yang tidak tahan lalu mundur jadi asistennya. Namun, bujukan Pak Jonas tak dapat ditolak Amelie, toh ini hanya sementara.

“Kritik tidak kehilangan maknanya hanya karena diucapkan dengan bahasa yang enak didengar.” — Amelie (hlm.59)

Suatu hari, pandangan Amelia terhadap Zach berubah ketika bocah lelaki lucu datang ke ruangan Zach sambil meneriakan kata “Papa” lalu memeluknya dengan penuh sayang. Amelie tidak menyangka jika bos galaknya itu punya sisi manis dan sangat penyayang terhadap anak-anak. Hati Amelie makin berdebar ketika melihat Elsa langsung akrab hingga duduk di pangkuan Zach, padahal Elsa adalah bocah yang suka pilih-pilih terhadap lelaki dewasa. Sikap Amelie yang sangat keibuan dan mengemong Lionel pun nampaknya sanggup menyentuh hati Zach.

Apakah kekakuan antara bos dan asisten ini dapat segera mencair dan berlanjut ke hubungan yang lebih serius?

LET’S PEEL IT…

“Dunia kadang lebih ajaib dibanding fiksi, Mel.” — Tara (hlm.205)

Novel ini merupakan juara pertama dari sayembara naskah SWEET AND SPICY ROMANCE 2015 yang diadakan oleh Penerbit Twigora. Romance? Of course, it is. Sweet? Yes, cerita di sini memang cenderung manis, terlebih adanya Elsa dan Lionel yang menambah kegemasan sekaligus menjadi lem perekat antara Zach dan Amelie. But… Spicy? Hmmm… Unfortunately, it’s not spicy enough for me. Saya tidak tahu dengan pasti standar spicy yang dimaksud seperti apa, hanya saja saya tidak merasakan getaran-getaran menggigit saat menyimak interaksi Zach dan Amelie. Mungkin karena ini bukan jenis novel yang menyuguhkan lovey dovey things meski tidak pula kukategorikan sebagai novel dewasa.

Secara keseluruhan alur ceritanya baik dan tidak bertele-tele. Meski ada lumayan banyak nama tokoh yang muncul, tetapi peran yang saya sayangkan adalah tokoh Inge. Wanita ini seolah hanya numpang lewat, hanya sekali atau dua kaki kemunculannya. Padahal dia bisa jadi bumbu spicy yang lebih nampol untuk Zach dan Amelie jika saja tokoh Inge bisa di-explore lebih jauh. Menurutku sangat disayangkan hanya dia yang seolah tidak begitu berkontribusi, sementara tokoh-tokoh lainnya rata-rata punya peranan penting masing-masing.

Oh ya, ngomong-ngomong soal anak kecil yang menjadi salah satu tokoh sentral dalam sebuah novel, saya sejujurnya tidak dapat menolak pesona tokoh anak kecil yang hadir di antara dua tokoh utamanya. Satu saja sudah membuatku girang, apalagi di sini ada dua yaitu Elsa dan Lionel. Menurutku, tidak bisa tidak bagus sebuah cerita jika telah dihadirkan sosok anak-anak, karena merekalah yang membuat si tokoh utamanya ini punya nilai plus yang tak dapat terbantahkan. Amelie yang keibuan, Zach yang kebapakan. Kurang apa lagi? Sudah paling cucok meyong lah itu. 😀

Amelie belajar bahwa mencintai seseorang berarti menuntut diri sendiri untuk bisa bertoleransi. Kompromi nyaris selalu dibutuhkan untuk menjembatani dua pribadi yang berbeda. Lamanya masa pacaran tidak berpengaruh banyak dalam kehidupan pernikahan. Pada akhirnya, ketika orang yang dicintai tampil apa adanya tanpa topeng, hasilnya pasti mengejutkan. Ada yang mampu bertahan, tapi tidak sedikit pula yang menyerah dan memilih opsi lain. Berpisah. — (hlm.46)

Tokoh Amelie ini hampir sempurna, satu hal kekurangannya adalah plin plan. Dia kurang tegas saat harus mengambil sebuah keputusan. Terlalu banyak dan terlalu lama pertimbangan yang dipikirkan. Sementara Zach adalah lelaki yang agak emosian jika emnghadapi sesuatu yabg tidak disukainya. Ia juga terlalu cepat mengambil kesimpulan akan sesuatu yang belum tentu sesuai dengan apa yang ia pikirkan. Tapi kalau ditanya tokoh siapa yang paling saya suka, saya menjawab Marco. Hehehehe. Walau pun porsi kemunculannya terbilang jarang, tetapi setiap dia hadir rasanya langsung lift up my mood.

“Kau tidak tahu kalau kecemburuan itu bisa membuat orang kesulitan untuk berpikir logis? Cemburu itu bisa membuat otak berkarat.” — Zach (hlm.303)

Jadi, kesimpulannya, saya suka denga  perjalanan cerita Zach, Amelie, Elsa dan Lionel. Meski tak terlalu menggigit untuk saya, tapi saya tak sungkan-sungkan merekomendasikan ini pada romance reader lainnya, tak terkecuali kepada para remaja. Ya, novel ini sangat aman dibaca para abege, if you know what I mean hehehe. Karena itulah saya senang Twigora kini punya lebih banyak pilihan genre novel yang bisa merangkul pasar remaja juga. 🙂

 OVERALL RATING
★★★☆☆

Leave a comment